MENGENAL sengkalan

1. Pengertian Umum

Sengkalan adalah kalimat atau susunan kata-kata yang mempunyai waktak bilangan untuk menyatakan suatu angka tahun. Ada pendapat yang menyatakan bahwa jika angka tahun itu dinyatakan dalam tahun bulan ( rembulan/lunar/qomariah/candra ) maka sengkalan itu disebut Candra Sengkala, sedangkan jika dinyatakan dalam tahun matahari ( sonar/syamsyiah/surya ) maka sengkalan itu disebut Surya Sengkala.
Namun demikian sebenarnya ada pendapat lain yang menyatakan bahwa dalam arti luas Candra Sengkala sudah mencakup pengertian Surya sengkala ( tahun matahari ) dan Candra sengkala (tahun rembulan),
Ciptawidyaka /Rono Hadinegara
dengan alasan bahwa Candra sengkala bersal dari kata candra yang berarti praceka ( pernyataan ) dan sangkala ( angka tahun), sehingga candrasengkala berarti pernyataan yang mengandung makna angka tahun.
Oleh karena itu, untuk menampung kedua pendapat yang kedua-duanya memiliki alasan yang kuat, di dalam tulisan ini digunakan istilah sengkalan.
Sengkalan itu sebagian besar ditemukan di dalam tulisan-tulisan karya sastra Jawa, benda-benda bersejarah, bangunan, karya seni, dan lambang/simbul suatu kota, lembaga atau organisasi sebagai tanda atau sandi peringatan kala atau waktu tahun kejadian peristiwa penting yang terkait. Sengkalan juga digunakan di dalam surat-surat pada jaman dahulu untuk menyatakan kala atau waktu tahun penulisannya.
Walaupun sempat menghilang, akhir-akhir ini malah banyak orang yang membuat sengkalan di dalam menyatakan tahun.
Contoh sengkalan :
¨ Kaya Wulan Putri Iku, menyatakan tahun 1313 tertera pada makam Putri Campa Darawati di Trowulan.
¨ Rupa Sirna Retuning Bumi menyatakan tahun 1601 sebagai peringatan peristiwa penangkapan serta gugurnya Trunojoyo.
¨ Surud Sinare Magiri Tunggil menyatakan tahun 1750 sebagai peringatan peristiwa Mangkatnya Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwana V.
¨ Tata Guna Swareng Nata menyatakan tahun 1735 tertulis di dalam Serat Wulang Reh, sekar Girisa pupuh 25 gatra 4, yang menunjukkan tahun selesainya penyusunan Serat Wulang Reh oleh Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV.
¨Lawang Trus unaning Janma tahun 1399 (tahun saka) sebagai peringatan pembangunan Masjid Demak.
¨ Anggatra Pirantining Kusuma Nagara menyatakan tahun 1959 Masehi, sebagai peringatan peresmian Museum Perjuangan Yogyakarta.
¨ Sangsaya Luhur Salira Sang Aji menyatakan tahun 1805, merupakan ucapan selamat datang yang disampaikan oleh Sri Paduka Mangkunegoro IV kepada Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IX.
¨ Muji Dadya Angesti Sang Prabu menyatakan tahun 1847 yang merupakan tahun penulisan surat balasan Kanjeng Pangeran Harya Kusumayuda kepada Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono X.
Sengkalan ini diperkirakan sudah ada sejak tahun 700 (saka), yaitu pada saat penduduk tanah Jawa ini sudah mulai memiliki peradaban dan kemampuan fikir, serta kemampuan atau minat terhadap bahasa sanskerta yang tinggi. Hal ini terlihat dari kata-kata di dalam sengkalan ini berasal dari bahasa sankserta, walaupun seiring perkembangan jaman kata-kata yang digunakan di dalam sengkalan ini sudah bercampur dengan bahasa Jawa Baru.
2. Susunan Kata di Dalam Sengkalan
Susunan kata di dalam sengkalan menunjukkan susunan angka bilangan tahun secara berturut-turut dari kiri ke kanan dengan susunan sebagai berikut :
¨ Kata pertama menunjukkan angka satuan dari tahun
¨ Kata kedua menunjukkan angka puluhan dari tahun
¨ Kata ketiga menunjukkan angka ratusan dari tahun
¨ Kata keempat menunjukkan angka ribuan dari tahun
Contoh :
KGPAA Mangkunegara I ( Pangeran Sambernyawa ) mendirikan Pura Mangkunegaran pada tahun 1682(tahun jawa). Peristiwa itu ditandai dengan sengkalan Tali salira hangrasa wani (menurut serat Sastramiruda) atau secara umum di lingkungan Pura Mangkunegaran ditandai dengan sengkalan Mulat salira hangrasa wani.
Kata-kata di dalam sengkalan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
¨ Kata tali mempunyai watak bilangan sama dengan kata mulat yaitu 2 ( dua ) --- sebagai angka satuan
¨ Kata salira mempunyai watak bilangan 8 ( delapan ) --- sebagai angka puluhan
¨ Kata hangrasa mempunyai watak bilangan 6 ( enam ) --- sebagai angka ratusan
¨ Kata wani mempunyai watak bilangan 1 ( satu ) --- sebagai angka ribuan
Jadi Sengkalan Tali salira hangrasa wani sama dengan sengkalan mulat salira hangrasa wani menunjukkan angka tahun 1682.
Dari beberapa contoh di atas dapat disadari bahwa untuk dapat membaca/menafsirkan sengkalan ke dalam angka tahun, atau untuk menyusun sengkalan suatu tahun harus memahami kata- kata yang memiliki watak bilangan-bilangan dari 0 (nol) sampai dengan 9 (sembilan).
2. Watak Bilangan
Pedoman baku yang berupa rumusan matematis untuk menentukan watak bilangan di dalam penurunan kata-kata sebagai unsur sengkalan memang belum ada. Watak bilangan pada umumnya ditetapkan berdasarkan kesesuaiannya terhadap jumlah unsur sifat, unsur bahan pembentuk, atau jumlah segala sesuatu yang melekat pada benda, manusia, binatang, atau kejadian alam lainnya.
Sebagai contoh :
¨ Kata – kata yang memiliki watak 0 ( nol/das )
Nir ( tanpa, hilang, habis ) memiliki watak 0 karena kata nir dan semua padan katanya ( tanpa, hilang, habis ) mengandung pengertian kosong ( tidak ada ).
¨ Kata-kata yang memiliki watak 1 ( satu/siji/setunggal/eka )
Kata yang memiliki watak satu terdiri atas kata yang menunjukkan benda, orang, binatang, atau kejadian alam lain yang mengandung nilai 1, misalnya Bumi. Bumi memiliki sifat satu, karena adanya bumi hanya satu di lingkungan tata surya kita. Demikian pula untuk Surya ( matahari), Candra ( rembulan ), Jagad yang juga menunjukka jumlah satu. Demikian pula Gusti ( Allah, Raja ), yang sifatnya hanya ada satu di dalam ruang lingkupnya.
¨ Kata-kata yang memiliki watak 2 (dua/loro/kalih/dwi ).
Kata yang memiliki watak 2 ( dua ) adalah kata-kata yang berkaitan dengan segala sesuatu yang mengandung unsur dua atau sepasang, misalnya asta ( tangan ). Asta ( tangan ) manusia yang normal berjumlah 2 ( dua ). Dengan demikian asta memiliki watak 2 (dua ).
Netra ( mata ) manusia yang normal berjumlah dua, maka mata memiliki watak 2.
Nyembah, nembah juga memiliki watak dua, karena orang yang normal di dalam adat budaya Jawa, jika menyembah menggunakan kedua tangannya.
¨ Kata yang memiliki watak 3 (tiga/telu/tiga/tri ).
Bahni atau geni atau api dikatakan memiliki watak tiga karena api dapat terjadi jika ada tiga unsur pembentuk api itu, yaitu :
v Alat pematik ( batu thithikan, korek )
v Sarana ( arang, kayu, sumbu kompor, benda yang dapat terbakar )
v Udara.
Uta ( lintah ) dikatakan memiliki watak 3 karena lintah memiliki sifat yang menunjukkan bilangan 3 yaitu memiliki gigi berjumlah tiga ( gigi bawah dua, gigi atas satu ). Di samping itu lintah memiliki 3 kemampuan, yaitu kemampuan menempel, kemampuan bergerak, dan kemampuan menghisap darah.
¨ Kata yang memiliki sifat 4 ( empat/papat/sekawan/catur )
Sagara ( laut ) dikatakan memiliki watak 4 ( empat ) karena laut dianggap merupakan peampung air yang berasal dari empat asal yaitu :
v Air dari mata air di sungai kecil v Air dari bengawan v Air dari pancuran v Air hujan
¨ Kata yang memiliki watak 5 ( lima/gangsal/panca )
Bana ( hutan besar/rimba raya ) dikatakan memiliki sifat lima karena rimba raya itu dianggap mengandung 5 ( lima ) macam bahaya, yaitu :
v Ketemu ular v Ketemu harimau v Ketemu srigala v Ketemu raksasa v Ketemu banteng
¨ Kata yang memiliki watak 6 ( enam/enem/sad )
Hoyag ( gerak ) dikatakan memiliki sifat enam karena gerakan badan manusia dianggap terdiri atas enam macam gerakan yaitu :
v Gerakan tangan v Gerakan kaki v Gerakan lidah/mulut v Gerakan mata v Gerakan leher v Gerakan bulu
¨ Kata yang memiliki watak 7 ( tujuh/pitu/sapta )
Resi ( pendeta suci ) dikatakan memiliki watak 7 ( tujuh ) karena ada anggapan bahwa pada jaman purwa ada tujuh orang pendeta suci yaitu :
v Resi Kanwa v Resi Parasurama v Resi Janaka v Resi Wasistha v Resi Carika v Resi Wrahaspati
v Resi Naraddha
¨ Kata yang memiliki watak 8 ( delapan/wolu/hasta )
Pujangga dikatakan memiliki watak 8 (delapan) karena pujangga dianggap memiliki delapan kelebihan yaitu :
v Paramasastra ( kemampuan di dalam kesusasteraan )
v Paramakawi ( kemampuan di dalam bahasa kawi )
v Mardibasa ( kelebihan di dalam olah kata )
v Mardawalagu ( kemampuan di dalam bidang lagu-lagu tembang dan gending )
v Hawicarita ( kepandaian di dalam bercerita )
v Mandraguna ( berilmu pengetahuan luas )
v Nawung Kridha ( kemampuan mengarang/menggubah suatu karya yang memiliki nilai filosofi tinggi )
v Sambegana ( kekuatan daya ingat )
¨ Kata yang memiliki watak 9 ( sembilan/sanga/nawa )
Bolongan/butulan ( lubang ) dikatakan memiliki watak sembilan, karena lubang pada badan manusia berjumlah sembilan (babahan hawa sanga/ babahan nawa sanga) yaitu :
v Dua lubang mata
v Dua lubang telinga
v Satu lubang mulut
v Dua lubang hidung
v Satu lubang kemaluan
v Satu lubang anus
Dari contoh-contoh tersebut di atas terlihat bahwa belum ada pedoman baku dalam penilaian watak bilangan kata-kata. Namun demikian, karena sengkalan itu pada dasarnya merupakan tanda peringatan serta merupakan perangkat komunikasi yang harus dapat dijadikan alat untuk menyampaikan pesan tentang angka tahun kepada orang lain, maka seyogyanya menggunakan kata-kata yang sudah biasa digunakan dalam penyusunan sengkalan terdahulu.
3. Kata-Kata Yang Sudah Biasa Digunakan Sebagai Unsur Pembentukan Sengkalan
Untuk memberikan gambaran tentang kata-kata unsur pembentuk sengkalan, di bawah ini dituliskan kata-kata yang telah biasa digunakan di dalam sengkalan beserta terjemahan terdekatnya dalam bahasa Indonesia.
3.1. Kata Yang Memiliki Watak 1 ( Satu )
Tunggal : Berkumpul, Satu
Gusti : Raja, Ratu, Allah
Sujanma : orang baik, manusia terpelajar
Semedi : bertapa, berkhalwat
Badan : raga
Nabi : nabiyullah, pusar
Rupa : jenis
Maha : lebih, sangat,sengaja
Budha : sang Budha Gautama, Budi
Niyata : nyata, benar-benar
Luwih : lebih, luar biasa
Pamase : raja
Wong : orang, manusia
Buweng : bulatan, lingkaran
Rat : dunia, alam semesta
Lek : hari pertama, bulan
Iku : itu, ekor
Surya : matahari
Candra : bulan
Kartika : bintang
Urip : hidup
Ron : daun
Eka : Satu
Prabu : raja, bertanggungjawab, pantas
Kenya : gadis
Nekung : bertapa
Raja : raja
Putra : anak
Sasa : bintang, cepat
Dhara : bintang, gadis, perut.
Peksi : burung
Dara : merpati, perut
Tyas : hati, perasaan
Wungkul : utuh, lengkap
Sudira : berani
Wani : mau, berani
Hyang : dewa, Allah, Tuhan
Budi : pikiran, pemikiran
Jagat : alam semesta, dunia, bumi
Nata : raja.
3.2. Kata Yang Memiliki Watak 2 ( Dua )
Asta : tangan, memegang
Kalih, ro : dua
Nembah : menyembah
Ngabekti : berbakti
Netra : mata
Kembar : sama sepasang, rangkap
Myat, : melihat
Mandeng : memandang, menatap, mulat
Nayana : air muka, mata
Swiwi : sayap
Lar : bulu, sayap
Sikara : pengacauan, tangan, campur tangan.

Dresthi : alis, khianat, ingkar janji
Dwi : dua
Kanthi : dengan, rangkai, teman
Buja : makanan
Bujana : hidangan, suguhan.
Gandheng : rangkai, sambung
Paksa : harus
Apasang : memasang, sepasang
Sungu : tandhuk
Athi-athi : bulu/rambut pada pelipis
Talingan : telinga
3.3. Kata Yang Memiliki Watak 3 ( Tiga )
Bahni : api
Ujwala : sinar, nyala, cahaya
Kaeksi : tampak, kelihatan,terlihat
Katon : tampak, kelihatan,terlihat
Murub : berkobar
Dahana : api
Payudan : peperangan
Katingalan : tampak, kelihatan
Kaya : seperti, penghasilan
Benter : panas
Nala : hati, api
Uninga : mengetahui, obor
Kawruh : pengetahuan
Lir : seperti
Wrin : mengetahui
Weda : pegangan pokok, ajaran,ilmu
Naut : menyahut, menjawab
Nauti : cacing, menjawab, mengulangi
Teken : tongkat
Siking : upet ( pematik ), tongkat
Pawaka : api
Kukus : asap, uap
Api : api
Apyu : api
Brama : api
Rana : perang, tirai, penyekat, perempuan
Rananggana : peperangan, medan perang
Utawaka : api
Uta : lintah
Ujel : belut
Kobar : terbakar, menyala
Agni : api
Wignya : dapat, pandai
Guna : luar biasa, dapat, manfaat, tipu.
Tri : tiga
Jatha : rambut lengket, taring, wadah.

3.4. Kata Yang Memiliki Watak 4 ( Empat )
Catur : bicara, pembicaraan, empat
Warna : gubahan puisi, syair, air, bangsa,
Wahana : kendaraan, uraian, arti, makna
Pat : empat
Warih : air
Waudadi : laut
Dadya : menjadi, jadi, jadilah
Keblat : kiblat, penjuru mata angin.
Papat : empat
Toya : air
Suci : bersih, suci, jernih
Udaka : air
We : air
Woh : buah, hujan
Nadi : sungai, laut
Jaladri : laut
Sindu : air
Yoga : anak, sebaiknya, jaman
Gawe : buat, membuat, perbuatan.
Tlaga : danau, telaga
Her : air
Wening : jernih
Udan : hujan
Bun : embun, kabut tipis
Tirta : air
Marta : jernih, dingin
Karya : membuat, perbuatan, buatan
Sumber : sumur, mata air, asal sesuatu
Sumur : sumur, perigi
Masuh : membasuh
Marna : berkata, menggubah puisi
Karti : membuat, perbuatan, buatan
Karta : makmur, sejahtera, kecukupan.
Jalanidhi : laut
Samodra : samudera
Udaya : laut
Tasik : bedak, laut
Tawa : tawar, tawar terhadap bisa, menawarkan
Segara : laut
Wedang : air yang telah mendidih.
3.5. Kata Yang Memiliki Watak 5 ( Lima )
Pandhawa : anak-anak Pandudewanata
Lima : lima
Wisikan : bisikan, sebutan, terbaring
Gati : aturan, keperluan, perbuatan, ulah
Indri : angin yang bertiup lembut. Indriya : hati, perasaan, pancaindera. Warastra : barang tajam, panah Wrayang : panah
Astra : senjata, panah.
Lungid : tajam, runcing
Sara : senjata, panah
Sare : tidur
Guling : tidur, berguling
Raseksa : raksasa
Diyu : diyu
Buta : raksasa
Galak : galak, ganas
Wil : anak raksasa

Yaksa : raksasa
Yaksi : raksasa betina
Saya : makin, tipuan, alat, perkakas
Bana : hutan, panah
Jemparing : panah
Cakra : panah bermata roda, renung
Hru : panah
Tata : atur, angin, cara
Nata : mengatur, memuat
Bayu : urat, otot, angin.
Bajra : senjata, angin
Samirana : angin
Pawaka : angin
Maruta : angin
Angin : angin
Panca : lima
Marga : jalan
Margana : panah, Arjuna.

3.6. Kata Yang Memiliki Watak 6 ( Enam )
Rasa : rasa, perasaan
Nenem : enam
Rinaras : mapantas-pantaskan, dirasakan, diselaraskan
Artati : manis, syair lagu Dandanggula.
Lona : pedhas
Tikta : pahit
Madura : manis
Sarkara : gula, manis.
Amla : masam
Kayasa : rasa sepet
Karaseng : terasa oleh ( terasa pada )
Hoyag : bergerak, gerak, goyang
Obah : bergerak
Nem : enam
Kayu : kayu, batang pohon.
Wreksa : kayu, batang kayu, pohon.
Glinggang : tebangan pohon
Prabatang : kayu rebah, pohon tumbang

Oyig : bergerak, bergoyang
Sad : enam
Anggas : belalang, tebangan pohon
Anggang-anggang: serangga mengapung di atas air.
Mangsa : waktu, makan ( untuk binatang buas )
Naya : air muka, musim keenam.
Retu : pahit, huru-hara, kekacauan
Wayang : wayang, bergerak, gerak
Winayang : digerakkan
Anggana : sendiri, lebah
Ilat : lidah
Kilatan : kilat
Lidhah : lidah, kilat
Lindhu : gempa
Carem : puas, senggama
Manis : manis, bagus, baik, perempuan
Tahen : kayu, menahan, menderita
Osik : bergerak, tergerak hatinya
Karengnya : terdengar, didengarkan.
3.7. Kata Yang Memiliki Watak 7 ( Tujuh )
Sapta : tujuh
Prawata : gunung
Acala : gunung
Giri : gunung, luar biasa, sangat
Ardi : gunung
Gora : lebah, gunung
Prabata : gunung
Himawan : gunung
Pandhita : pendeta, pertapa
Pitu : tujuh
Kaswareng : terkenal, tersebut
Resi : pendeta, orang suci
Sogata : hidangan, guru, pendeta
Wiku : pendeta
Yogi : sebaiknya, baik, pendeta.
Swara : suara, bunyi
Dwija : guru, pendeta
Suyati : pendeta sakti, pendeta pandai

Wulang : nasihat, petunjuk, pelajaran
Weling : pesan
Wasita : nasihat, petunjuk, pelajaran
Tunggang : naik, menaiki, menunggang
Turangga : kuda
Gung : besar
Swa : kuda
Aswa : kuda
Titihan : kuda, kendaraan, tunggangan
Kuda : kuda
Ajar : pendeta, pelajaran, ajaran
Arga : gunung, harga
Sabda : berbicara, suara, bersabda
Nabda : berbicara, bersuara, bertitah
Angsa : angsa, keturunan, terlanjur
Muni : berbunyi, berbicara, pendeta
Suka : Gembira, memberi
Biksu : sapi, pendeta
Biksuka : sapi, pendeta

3.8. Kata Yang Memiliki Watak 8 ( Delapan )
Astha : delapan
Basu : kokek, ular, delapan dewa
Anggusti : membicarakan, merundingkan
Basuki : selamat, raja ular
Slira : tubuh
Murti : sangat
Bujangga : pujangga, ular besar
Manggala : pemuka, pemimpin, pembesar, gajah.
Taksaka : ular besar, naga
Menyawak : biawak
Tekek : tokek
Dwipa : gajah
Dwipangga : gajah
Bajul : buaya
Gajah : gajah
Liman : gajah
Dwirada : gajah
Dirada : gajah

Esthi : gajah, pemikiran, kehendak, perasaan
Estha : kehendak
Matengga : menunggu, menantikan, gajah
Brahma : api, brahmana
Brahmana : brahmana
Wewolu : delapan, sebanyak delapan
Baya : halangan, buaya, barangkali, janji
Bebaya : halangan, bahaya
Kunjara : penjara, gajah
Tanu : bunglon
Sarpa : ular
Samaja : gajah
Madya : tengah, sedang,cukup, pinggang
Mangesti : berniat, memikirkan, merenungkan
Panagan : sarang naga, hitungan jalan naga
Ula : ular
Naga : ular besar.
3.9. Kata Yang Memiliki Watak 9 ( Sembilan )
Bolong : berlubang, tembus
Nawa : sembilan, menawar
Dwara : pintu, gerbang
Pintu : pintu
Kori : pintu
Bedah : terbelah
Lawang : pintu
Wiwara : liang, pintu
Gapura : gerbang
Rong : berlubang, liang sarang binatang, rongga
Song : lubang, liang sarang binatang
Wilasita : liang, liang kumbang
Angleng : jelas pada pendengaran, masuk liang.
Trustha : gembira, puas, berlubang tembus
Trusthi : berlubang tembus
Trus : terpenuhi, bocor, langsung tembus
Butul : berlubang, tembus
Dewa : dewa
Sanga : sembilan
Wadana : muka, wajah
Jawata : dewa-dewa
Manjing : masuk
Arum : harum, cantik, perempuan
Ganda : bau
Kusuma : bunga, perempuan, terhormat
Muka : wajah, depan
Rudra : galak, marah
Masuk : memasuki
Rago : gua, halangan
Angrong : masuk ke dalam liang
Guwa : gua
Menga : terbuka
Babahan : lubang, galian jalan pencuri
Leng : liang
Ambuka : membuka, menyingkap
Gatra : macam, warna, gambar, tiruan
Anggangsir : membuat lubang untuk mencuri.
Nanda : bicara, bersuara, musim kesembilan
Wangi : harum

3.10. Kata Yang Memiliki Watak 0 ( Nol )
Byoma : langit
Musna : hilang, lenyap
Nis : hilang, pergi
Mletik : terpercik, meloncat, melesat
Langit : langit
Sirna : hilang, habis
Ilang : hilang
Kombul : terangkat, terapung, terkenal
Awang-awang : angkasa
Mesat : pergi, menghindar, melesat
Muluk : melambung, terangkat, naik
Gegana : angkasa, langit
Ngles : menghindar, pergi menjauh
Tumenga : menengadah, melihat ke atas
Nenga : menengadah, melihat ke atas
Luhur : tinggi, di atas, agung, mulia
Suwung : kosong
Sonya : sepi, pertapaan
Muksa : moksa, hilang, menghilang
Doh : jauh
Tebih : jauh
Swarga : surga, kahyangan
Tanpa : tanpa
Barakan : ternak curian, berkata, sebaya
Tan : tidak
Rusak : rusak
Brastha : rusak, lenyap, lebur, hancur
Swuh : rusak, lenyap, lebur, hancur, sepi
Walang : belalang, khawatir
Kos : angkasa, bersinar
Pejah : mati
Akasa : langit, angkasa
Tawang : langit, angkasa
Wiyat : langit, angkasa
Oncat : pergi, naik, menghindar, lari
Windu : basi, sangat, hitungan delapan tahu
Widik-widik : langit, angkasa, segan-segan
Nir : hilang, rusak, habis, tiada
Wuk : rusak, busuk, tak jadi, urung
Sat : kering, kering air
Surud : berkurang, tinggal, meninggal
Sempal : terbabat, patah.
4. Penyusunan Sengkalan
Agar dapat ditafsirkan secara tepat, maka sebaiknya di dalam penyusunan sengkalan digunakan kata-kata yang sudah biasa digunakan untuk menyusun sengkalan.
Sengkalan sebaiknya membentuk suatu susunan kata yang sesuai dengan peristiwa yang terjadi pada saat itu. Namun demikian ada pula sengkalan yang hanya berupa kata-kata dan tidak membentuk suatu kesatuan kalimat.
Susunan kata di dalam sengkalan dapat berupa berita, harapan, pujian atau doa.
Walaupun tidak mempunyai makna atau keterkaitan, sebaiknya kata-kata yang disusun di dalam sengkalan itu tidak bertentangan dengan peristiwa yang terjadi.
Contoh :
¨ Surud Sinare Magiri Tunggil menyatakan tahun 1750 sebagai peringatan peristiwa Mangkatnya Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwana V. Surud artinya mangkat; sinare artinya dimakamkan; magiri mengandung makna Imogiri; tunggil ada yang menafirkan bahwa bersamaan tahun wafatnya Ngersadalem Kanjeng Sultan Hamengku Buwana IV, namun ada yang menafsirkan bahwa magiri tunggal itu di gunung/kahyangan/sorga milik Hyang Maha Tunggal. Terlepas dari penafsiran makna tunggil itu, sengkalan yang dibentuk tersebut sangat tepat untuk mencatat peristiwa mangkatnya seorang raja.
¨ Di dalam suatu syair penutup sekar pucung di dalam serat Kamardikan yang selesai ditulis pada tahun 2002 tertulis, muga-muga dresthi sirna nir sikara. Dresti sirna nir sikara menunjukkan angka tahun masehi 2002. Dresthi ( 2 ) mengandung makna khianat; sirna ( 0 ) mengandung makna hilang ; nir ( 0 ) mengandung makna habis, hilang; sikara ( 2 ) pengacauan, campur tangan. Jadi dresthi sirna nir sikara mengandung makna segala bentuk penghianatan terhadap bangsa Indonesia ini hilang dan hilang pula campur tangan asing yang turut serta menyusup dan meyebabkan kesengsaraan rakyat. Kalimat terakhir itu memang merupakan harapan penulis serat kamardikan, yang menggambarkan perjalanan kemerdekaan Indonesia sampai dengan tahun 2002 yang seolah-olah selalu bergejolak baik secara nyata atau terselubung, dan selalu diganggu oleh campur tangan asing yang terang-terangan atau terselubung. Oleh karena itu penulis menutup dengan doa atau harapan tersebut.
¨ Estining Pujangga Trus Manunggal menunjukkan tahun 1988
¨ Estining Kusuma Dewaningrat menunjukkan tahun 1998
¨ Estining Panembah Trusing Gusti menunjukkan tahun 1928
5. Jenis Sengkalan
Sengkalan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu :
¨ Sengkalan Methok ¨ Sengkalan Miring ¨ Sengkalan Memet
5.1. Sengkalan Methok
Sengkalan methok adalah sengkalan yang tersusun dari kata-kata yang sudah jelas semuanya.
Contoh :
Panca Lima Hasta Tunggal yang menyatakan tahun 1855. Disebut methok, karena semua kata-katanya sudah jelas menunjukkan angka. Panca (5), Lima (5), Hasta (8), Tunggal (1).
5.2. Sengkalan Miring
Sengkalan Miring adalah sengkalan dengan kata-kata penyusun yang tidak semuanya jelas.
Contoh :
Panca Marganing Salira Tunggal menunjukkan tahun 1855. Marganing (5) dan Salira (5) merupakan kata miring.
5.3. Sengkalan Memet
Sengkalan memet adalah sengkalan yang tidak dinyatakan dalam bentuk kata-kata secara langsung, tetapi dinyatakan dalam bentuk gambar, atau benda lain.
Contoh:
¨ Di atas kusen Dhempel (kusen) pintu Brajanala Kraton Surakarta ada hiasan berupa selembar kulit sapi. Benda tersebut dapat dibaca lulang sapi siji. Jika diuraikan menjadi Lu (8), Lang (0), Sapi (7), Siji (1). Jadi benda tersebut merupakan sengkalan yang menunjukkan angka tahun 1708.
¨ Di dalam Gunungan pada wayang kulit ada gambar Gapura. Dari Gambar pada gunungan tersebut dapat dapat dibaca Gapura Lima Retuning Bumi, jika diuraikan menjadi Gapura (9), Lima (5), Retuning ( 6), Bumi ( 1 ), jadi menunjukkan angka tahun 1659.
¨ Di dalam Gamelan Sekaten Kyai Guntur Sari di Karaton Surakarta juga terdapat sengkalan memet. Di atas gayor ( gawangan penggantung ) Gong Besar dan di atas gayor Bedug ada gambar naga dua serta cakra, yang dapat dibaca sebagai Naga Loro Cinakra Ing Ratu, yang jika diuraikan menjadi naga (8), Loro (2), Cinakra (5), ing Ratu (1), sehingga menunjukkan angka tahun 1528.
Pengelompokan tersebut di atas bukan untuk memilah-milah secara tegas. Dalam kenyataannya, sengkalan disusun sebagai gabungan antara dua atau malah tiga dari tiga jenis tersebut, walaupun memang ada yang bukan merupakan gabungan.
6. Penutup
Mudah-mudahan dapat menjadi tambahan wawasan terhadap salah satu dari karya budaya bangsa kita, bagi para pemerhati keluhuran budi.
Daftar Pustaka
Ø SISKS Paku Buwono IV, Serat Wulang Reh, Dahara Prize, Semarang,1994
Ø KGPAA Mangkunagara, Sekar Sekaran ( Bloemlezing ), N.V. Albert Rusche & Co, Surakarta, 1920.
Ø R. Bratakesawa, Keterangan Candrasengkala, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1980.
Ø R.M. Sajid, Serat Kawruh Bab Candra Sangkala, Sala.
Ø Ciptawidyaka, Serat Kamardikan, Paguyuban Wikarya, Bandung, 2002.
*) Biografi Penyusun
Ciptawidyaka ( nama kecil : Ronni I.S.-nama sepuh:Krt.Rono Hadinagoro. adalah Pembantu Dekan I Bidang Akademik Universitas Jenderal Achmad Yani Bandung – Cimahi. Sarjana Teknik Sipil ITB dan Magister Teknik Jalan Raya ITB yang pernah mejadi ketua Perkumpulan Seni Tari dan Karawitan Jawa ITB kini aktif dan menaruh perhatian serta minat di bidang keagamaan dan kebudayaan. Di samping sebagai Pembina Masjid Al-Hidayah dan Masjid Nurul Iman, sampai saat ini masih membina Karawitan Jawa. Pernah bekerja sebagai tenaga kependidikan di Universitas KatholIk Parahyangan, Universitas Langlangbuana, IKIP Negeri Bandung.

http://www.geocities.com/santoso_spuwg/laboratorium.htm
Share this article :
 
0 Komentar di Blogger
Silahkan Berkomentar Melalui Akun Facebook Anda
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda

Post a Comment

 
Support : Forum arrimaya | Kompasiana | forum sukumaya
Copyright © 2013. ArriMaya.com - All Rights Reserved
pemulung kata di ladang imajiner | voice over talent di radiotemen | dan spirit station
CMS memakai Blogger